Resensi Namaku Loui(sa) di Tribun Kaltim

            Resensi ini dimuat di harian Tribun Kaltim bulan September yang lalu. Setelahnya tidak ada sama sekali resensi yang saya kirimkan. Belakangan malah tidak ada resensi baru yang saya tulis. Hiks. Alasan utamanya sih karena belum ada buku yang tuntas saya baca. Semengat membaca lagi melemah 😦

Resensi buku Namaku Louisa ini saya tulis dalam dua versi. Versi pertama untuk di blog. Bisa dibaca di sini. Versi kedua untuk dikirim ke media. Rajin banget saya dulu, nulis resensi dua versi :p

Waktu resensi ini dimuat saya tepuk jidat sendiri karena merasa khilaf menggunakan kata penderita. Saya masih ingat pernah menonton wawancara seorang tuna netra. Mereka bilang, mereka keberatan disebut penderita karena mereka tidak merasa menderita. Nah kok saya bisa khilaf menyebut penderita di judul? Heuheu… Maafkan kekhilafan saya ini 😦

Baiklah sebelum pengantarnya terlalu panjang, inilah resensi saya yang dimuat di Tribun Kaltim 😀
image

 
Continue reading

Resensi Aku, Juliet di Tribun Kaltim

Alhamdulillah kemarin 19 Oktober 2014 resensi saya dimuat di Tribun Kaltim. Nggak nyangka juga sih bakalan dimuat, karena kan baru minggu sebelumnya resensi Sabtu Bersama Bapak juga dimuat.

Apa mungkin karena saya satu-satunya yang ngirim resensi? Jadi, saya melenggang mulus tanpa saingan. Hihihi…

Resensi kali ini novel karya Mbak Leyla Hana yang diterbitkan Moka Media. Judulnya Aku, Juliet. Sabtu siang saya dapat email dari redaksi minggu Tribun yang meminta saya mengirimkan foto diri saya. Trus saya nanya apa resensi saya dimuat besok. Dibalas malam hari dan bilang kalau resensi saya memang dimuat besok. Continue reading

Resensi Sabtu Bersama Bapak di Tribun Kaltim

Selain di Korjak dan di Kompas Anak untuk buku anak, saya belum punya pengalaman lagi mengirimkan resensi ke media cetak. Keinginan untuk mengirimkan resensi ke Tribun Kaltim hadir beberapa bulan yang lalu, saya pun membeli Tribun Kaltim di hari minggu untuk membaca resensi yang dimuat di sana. Kemudian juga bertanya ke Mbak Tri Wahyuni Zuhri tatacara mengirim resensi ke Tribun Kaltim.

Setelahnya? Ya sudah. 1-2 bulan saya kelupaan mulu mau ngirim resensi ke sana. Dan baru saya kirim hari kamis kemarin. Dan Alhamdulillah dimuat hari minggu kemarin tanggal 12 Oktober 2014. Karena saya sudah dikasih tau malam minggunya via email kalau resensi saya akan dimuat, jadi pagi minggu saya jalan sama suami cari korannya.  Continue reading

Resensi Pangeran Bumi, Kesatria Bulan di Koran Jakarta

Alhamdulillah, Sabtu 9 Agustus 2014 resensi saya dimuat lagi di rubric Parade Koran Jakarta. Sebenarnya kemarin itu sempat malas banget nulis resensi lagi. Namun, saya diliputi perasaan bersalah karena kalap beli buku sebelum Ramadan dan sewaktu Ramadan di Jakarta kemarin. Jadi dengan iming-iming ntar kalau resensi dimuat saya bisa dapat honor, maka saya mulai menarikan jemari saya di atas keyboard. Oh honor, kau memang penyemangatku. Hihihi….

image

Merindukan mereka saat mudik kemarin

Saya membaca buku Pangeran Bumi, Kesatria Bulan saat lagi mudik di kampong halaman saya, Barabai. Biasanya kalau mudik lebaran saya nggak pernah selesai baca satu buku pun. Kemarin karena jeda antara lebaran dan waktu balik lumayan lama, plus saya lagi libur shalat dan jaringan internet lagi nggak bisa diajak bekerjasama karena lelet luar biasa, jadi deh saya lancar baca bukunya. Dua buku yang saya bawa semuanya tandas saya selesaikan. Saya juga merindukan buku-buku yang saya tinggalkan di Balikpapan dan Handil.

Continue reading

Mengirim Resensi ke Koran Jakarta

Alhamdulillah, kemarin satu resensi saya dimuat lagi di Koran Jakarta.

Buat yang berminat mau mengirimkan resensi juga ke Koran Jakarta, berikut saya kasih tau ketentuan dan syarat buat ngirim ke sana. Resensi di Koran Jakarta masuk dalam rubrik Perada. Ketentuan yang saya bagikan di sini bisa dikategorikan SAHIH karena saya dapat dari redaksinya langsung. Sewaktu saya mengirimkan salah satu resensi, saya dapat balasan informasi ini. Tapi bagian tanya jawab di bawah itu bukan dari redaksi, tapi dari pengalaman saya aja 🙂

INFORMASI KETENTUAN NASKAH PERADA

A SETIAP KALI mengirim resensi dimohon SELALU menyertakan :

1. Kartu Identitas (KTP) *KTP di scan dan disertakan di naskah resensi*
2. Nomor kontak yang dapat dihubungi
3. Foto diri
4. Nomor rekening *plus nama pemilik rekening juga cabang bank rekening itu dibuka*
5. Pendidikan terakhir

B Tentang tulisan

1. Panjang minimal 4.000 karakter (dengan spasi).
2. Orisinal
3. Komprehensif dalam mengupas
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
5. Menggunakan logika bahasa yang mudah dicerna
6. Tidak salah ketik
7. Menyertakan kutipan-kutipan buku. *sertakan juga halaman berapa kutipan buku itu ada*
8. Menyertakan cover buku
9. Buku terbitan pada tahun tersebut. (Kalau sekarang 2014 jadi buku terbitan tahun 2014)

Beberapa hari yang lalu saya dapat info kalau ada syarat tambahan yaitu buku yang diresensi minimal 200 halaman.

Perada dikirim lewat opinikoranjakarta@yahoo.co.id,opinikoranjakarta@gmail.com
Continue reading

Resensi Kedua di Koran Jakarta

Alhamdulillah, hari senin kemarin resensi saya dimuat lagi di Koran Jakarta. Meskipun bukan yang pertama kali tapi rasanya tetap senang banget. Ya iya lah ingat honornya :p

Dan perjuangan buat tembus yang kedua ini lebih sulit daripada yang pertama. Yang pertama (resensinya di sini), saya mengirimkannya hari senin dan sudah dimuat hari rabu. Tak perlu lama menunggu. Sedangkan yang kedua ini, saya kirim kamis kemudian dimuat hari senin. Lah? Enggak lama juga kan, Yan?

Eits, tunggu dulu. Cerita belum selesai. Resensi yang dimuat itu adalah resensi ke 4 yang saya kirim. Akhir januari saya mengirimkan satu resensi. Dapat balasan surel kalau resensi seharusnya minimal 4000 karakter. Setelah saya cek ternyata resensi saya memang kurang dari 4000 karakter. Saya pun merevisinya dan kirim ulang, ternyata nggak dimuat juga 🙂 Continue reading

Ibu Sayang Kamu (Kisah Nyata Perjuangan Kasih Sayang Ibu)

Apa yang dilakukan anak-anak zaman sekarang jika mereka diberi kado ponsel dengan layar hitam putih, cuma bisa sms dan telponan, sudah tidak beredar lagi di pasaran dan tidak ada permainan flappy bird? Mungkin kado itu bakalan ditolak oleh mereka. Tapi, tidak demikian dengan Mei Hwa. Seorang gadis kecil berusia 6 tahun di satu daerah di Cina sana. Mei Hwa menerima kado ponsel jadul itu sebagai kado terindahnya yang akan dia jaga sepanjang hidupnya.

Kenapa? Kok gitu sih? Itu karena satu tulisan di ponsel tersebut yang membuka jati diri Mei Hwa. Cerita kemudian bergerak mundur ke belakang. Tentang Sebuah gempa berkekuatan 7,9 Skala Richter memporakporandakan sebuah daerah di Cina dan menewaskan 10 ribu warganya. Banyak warga yang terjebak dalam reruntuhan bangunan dan juga banyak relawan yang membantu mengevakuasi warga yang terjebak. Salah satu relawan itu bernama Pak Su Hwan. Continue reading

Menguliti Cinta dan Patah Hati

Choi Young Do sungguh salah langkah. Salah satu tokoh dalam drama Korea yang berjudul The Heirs ini tertarik dengan Cha Eun Sang. Dalam ketertarikannya itu, Choi Young Do tidak memberikan pujian dan rayuan tapi malah menimbuni si gadis dengan kengerian oleh sikap bandelnya. Jelas saja, Cha Eun Sang tidak tertarik. Andai Choi Young Do mengubah strategi, memberikan rayuan kepada Cha Eun Sang mungkin akan terlihat hasil yang berbeda.

Rayuan dan pujian memang kerap dinilai sebagai gombalitas semata, tapi semua itu akan membuat seseorang merasa teristimewa jika dilakukan berulang kali. Hal itulah yang disebut kaidah reciprocity effect. Seorang gadis yang mulanya sebal pada pemuda X, tetapi pemuda X selalu rutin menyambangi, memuji berulang-ulang, merayu berulang kali, pada akhirnya perasaan tawar si gadis luntur dan berbalik lunak (Hal 35)
Continue reading

Menyesap Nikmatnya The Mocha Eyes Racikan Aida M.A.

Seorang cowok populer jatuh cinta dengan seorang cewek yang anti sosial. Ketika cowok itu selalu mendapat perhatian para cewek, sementara hanya cewek yang ditaksirnya itu saja yang tidak menunjukkan ketertarikannya. Hal yang sudah biasa kita temukan di fiksi romance kan? Biasa tapi tetap laris manis. Laris manisnya karena mungkin para penikmat fiksi romance ngerasa dekat dengan tokoh si cewek. Ngerasa gue banget gituh. Dan merasa mimpi terwujud dengan ditaksir cowok populer 😀

Hal itulah yang juga diangkat dalam cerita di sebuah novel yang berjudul The Mocha Eyes karya Aida M.A. Walau mengangkat tema percintaan yang sudah lazim, tapi the mocha eyes dikemas dengan sangat cantik oleh penulisnya dengan menampilkan latar belakang di balik sikap anti sosial si tokoh utama dan latar belakang pekerjaan yang jarang diangkat dalam novel sejenis.

Continue reading

Saat Cinta Lama Belum Kelar

Setiap pernikahan punya tantangannya masing-masing. Ada tantangannya berupa kehidupan ekonomi yang belum mapan, hubungan dengan keluarga baru baik mertua atau ipar yang belum harmonis atau bisa jadi tantangan dalam menahan kerinduan karena selepas pernikahan harus berjauhan dengan suami karena alasan pekerjaan. Hey, yang disebut terakhir itu tantangan pernikahan saya. Ahahaha….

Beda pasangan beda tantangannya, nah, kalau tantangan yang dihadapi oleh rumah tangga Maira dan Yudha adalah CLBK : Cinta Lama Belum Kelar. Saat masa lalu menyembul masuk ke dalam rumah tangga mereka. Orang yang pernah mengisi dan mempunyai makna khusus dalam kehidupan sebelum menikah datang kembali ke dalam kehidupan rumah tangga mereka. Iiih… diduakan walau cuma dalam ingatan itu perih, Jendral!

Continue reading