Resensi Kedua di Koran Jakarta

Alhamdulillah, hari senin kemarin resensi saya dimuat lagi di Koran Jakarta. Meskipun bukan yang pertama kali tapi rasanya tetap senang banget. Ya iya lah ingat honornya :p

Dan perjuangan buat tembus yang kedua ini lebih sulit daripada yang pertama. Yang pertama (resensinya di sini), saya mengirimkannya hari senin dan sudah dimuat hari rabu. Tak perlu lama menunggu. Sedangkan yang kedua ini, saya kirim kamis kemudian dimuat hari senin. Lah? Enggak lama juga kan, Yan?

Eits, tunggu dulu. Cerita belum selesai. Resensi yang dimuat itu adalah resensi ke 4 yang saya kirim. Akhir januari saya mengirimkan satu resensi. Dapat balasan surel kalau resensi seharusnya minimal 4000 karakter. Setelah saya cek ternyata resensi saya memang kurang dari 4000 karakter. Saya pun merevisinya dan kirim ulang, ternyata nggak dimuat juga 🙂

Saya pun mengirim resensi kedua, resensi buku yang berbeda dong. Dan tetap belum dimuat. Nulis lagi resensi untuk buku ke 3, tetap belum dimuat juga. Setelah membaca Citra Rashmi, saya pun menulis lagi resensinya dan mencoba mengirimkannya tapi gagal mulu buat attach email di Handil. Baru bisa attach email setelah saya bertemu wifi di rumah orang tua saya kamis kemarin. Dan Alhamdulillah akhirnya resensi saya nampang juga di koran jakarta tanggal 24 Februari 2014.

Saya memang ngotot mengirimkan beberapa resensi. Ada hati kecil saya yang berucap. “Ayo, Yan. Kirim terus. Lihat seberapa tangguh kamu menghadapi yang namanya penolakan.” Jadilah, saya mencoba keras kepala dan kirim terus. Walau di tengah-tengah itu saya sempat ngegalau dan frustasi juga dan seperti biasa curhat cengeng ke suami. Hahaha… Alhamdulillah, saya tidak berhenti di resensi ke 3 ya. Kalau saya berhenti mengirim di resensi ke 3, kan saya nggak bakalan tahu kalau kalau resensi ke 4 bakalan dimuat. Semua atas izin dan kehendakNya jua. Terima Kasih ya Allah…

Korjak

Itu tampilan resensi saya di Koran Jakarta. Linknya di sini

Dan ini adalah resensi yang saya kirim sebelum diedit pihak redaksi Korjak.

Cerita Putri Mahkota dari Tanah Sunda

Oleh : Hairi Yanti

 

Salah satu cara untuk membuat belajar sejarah menjadi menarik adalah menghadirkannya dalam bentuk bacaan atau tontonan. Seperti film Soekarno yang dilayarlebarkan beberapa waktu yang lalu membuat masyarakat kembali melihat sekaligus mengetahui perjuangan menjelang kemerdekaan Indonesia. Beragam novelisasi dari para tokoh berpengaruh di nusantara juga mulai bermunculan dan dapat ditemukan dengan mudah di toko buku.

Fiksi sejarah juga meramaikan dunia perbukuan tanah air salah satunya yang berjudul Citra Rashmi. Citra Rashmi menghadirkan cerita silat kolosal dengan latar sejarah Nusantara. Latar sejarah yang diambil adalah Perang Bubat. Perang Bubat terjadi saat sekeluarga penguasa Tanah Sunda dibantai pasukan Gajah Mada. (Halaman 7)

Citra Rashmi adalah putri mahkota kerajaan Sunda yang menyamar dengan nama Sannaha ketika dikirim ke luar istana pada saat dia masih kecil. Sannaha diutus menjadi mata-mata pada sebuah padepokan yang dimiliki dan dipimpin oleh Candrabhaga. Raja curiga kalau dalam padepokan itu menjadi cikal bakal pemberontakan yang akan membahayakan istana.

Setelah empat tahun berguru pada Chandrabhaga, Sannaha dijemput keluar dari padepokan Chandrabaga. Saat Sannaha tidak ada di padepokan itu, padepokan itu diserang oleh ratusan prajurit kerajaan. Alasannya, padepokan itu tak hanya melatih para pemuda yang berpotensi menjadi pemberontak, namun juga menjadi pusat koordinasi para pemberontak yang menyiapkan maker terhadap raja. (Halaman 69)

Chandrabhaga dihukum dengan tidak boleh lagi tinggal di kota raja. Dia dan keluarganya pun menyingkir ke barat dan lantas menetap di lereng Pangrango. Chandrabhaga pun sadar kalau gadis kecil yang sangat berbakat yang dilatihnya yaitu Sannaha adalah alat orang-orang istana untuk menyelidiki dan mencari titik paling tepat untuk menerkamnya. (Halaman 70)

Sannaha juga pernah diculik pada saat dia masih kecil. Penculikan yang dilakukan oleh Yaksapurusa, pemberontak kerajaan paling berbahaya di Kerajaan Sunda. Yaksapurusa memiliki empat orang kepercayaan yang dia latih sejak masih belia : Elang Merah, Merak Hitam, Harimau Emas dan Kuda Putih. Sannaha dibantu meloloskan diri oleh Elang Merah. Elang Merah adalah tangan kanan Yaksapurusa yang dikenal paling hebat dan satu-satunya orang yang memiliki hubungan darah dengan Yaksapurusa. Elang Merah adalah anak tunggal Yaksapurusa.

Pembebasan Sannaha yang dilakukan Elang Merah itu merupakan cikal bakal berkembangnya perasaan di hati Sannaha dan Elang Merah. Perasaan yang menjelma menjadi sesuatu yang rumit di antara keduanya. Hal itulah yang membuat Elang Merah selalu hadir di saat Sannaha dalam kondisi terdesak dan tidak pernah meninggalkan Sannaha. Seperti yang diungkapkan Elang Merah pada Sannaha. “Kau boleh meninggalkanku, tapi aku tak akan pernah meninggalkanmu.” (Hal 609)

Pada saat Sannaha beranjak dewasa dia kembali ke padepokan Chandrabhaga yang berada di lereng Gung Pangrango. Sannaha punya sebuah tujuan dalam rangka kembalinya dia ke padepokan gurunya itu. Linggabhuana, ayahnya yang bertahta di Kerajaan Sunda, ingin memerintahkan 1000 pasukan untuk membubarkan padepokan Chandrabhaga.

Sannaha yang sudah merasakan ikatan batin antara guru dan murid membuat dia tidak setuju dengan pengiriman 1000 pasukan. Sannaha tidak ingin ada pertumpahan darah di padepokan itu. “Paling tidak beri saya kesempatan. Jika saya gagal meyakinkan Candrabhaga, Saya tak akan menghalangi kehendak Raja,” kata Sannaha memberikan penawaran pada ayahnya.

Tapi di saat Sannaha kembali dan ingin menyampaikan maksud ayahnya kepada Chandrabhaga, ancaman serangan dari Yaksapurusa yang justru menghadang Sannaha. Orang-orang kepercayaan Yaksapurusa menyusup masuk menjadi murid di padepokan Chandrabaga yang membuat padepokan itu dalam kondisi terdesak.

Sannaha berada di garis terdepan yang membantu menyelamatkan padepokan Chandrabaga. Peringatan Elang Merah agar Sannaha pergi dari padepokan itu tak digubris Sannaha. Chandrabaga, guru kesayangan Sannaha pun akhirnya tewas pada penyerangan yang dilakukan orang kepercayaan Yaksapurusa.

Sepeninggal gurunya, Sannaha bermaksud kembali ke istana untuk memimpin pasukan menghancurkan Yaksapurusa. Saat dalam perjalanan, Sannaha dihadang oleh Yaksapurusa dan membuat dia terluka parah. Elang Merah menyelamatkannya dan membawanya ke satu perkampungan terpencil untuk mengobati racun yang bersarang di tubuh Sannaha akibat serangan Yaksapurusa.

Saat Sannaha sudah sembuh dan berhasil kembali ke istana, masalah lain pun kembali menghadang sang putri mahkota. Masalah intern istana tentang siapa yang berhak mewarisi tahta sampai pada lamaran dari Raja Wilwatikta yang ingin menjadikan Sannaha sebagai permaisuri. Konflik dalam istana, lamaran Raja Wilwatikta dan misi balas dendam yang masih menggebu dalam diri Sannaha yang akan berlanjut ke buku keduanya.

Buku ini adalah buku pertama dari dwilogi Citra Rashmi. Bukan cerita yang benar-benar baru, kisah dalam buku ini pernah terbit secara bersambung di Harian Republika serta novel berjudul Pitaloka (Cahaya) dan Takhta Nirwana.

***

Data Buku

Judul                                :  Citra Rashmi

Penulis                              :  Tasaro GK

Penyunting                       :  Indradya SP

Penerbit                            :  Qanita

Tebal Buku                       :  624 Halaman

Tahun Terbit                    :  Cetakan I, September 2013

ISBN                               :  9786029225990

***

Dan ini adalah ketentuan dan persyaratan kalau mau mengirimkan resensi ke Koran Jakarta.

SETIAP KALI mengirim resensi dimohon SELALU menyertakan:

1. Kartu Identitas (KTP)
2. Nomor kontak yang dapat dihubungi
3. Foto diri

4. Nomor rekening

5. Pendidikan terakhir

B Tentang tulisan

1. Panjang minimal 4.000 karakter (dengan spasi).

2. Orisinal

3. Komprehensif dalam mengupas

4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

5. Menggunakan logika bahasa yang mudah dicerna

6. Tidak salah ketik

7. Menyertakan kutipan-kutipan buku

8. Menyertakan cover buku

9. Buku tahun 2013

Perada dikirim lewat opinikoranjakarta@yahoo.co.id,opinikoranjakarta@gmail.com

27 thoughts on “Resensi Kedua di Koran Jakarta

    • Makasih, Mas Iwan. Iya, nih. Saya belum melirik media lain. Malah mau tayangin di blog aja resensinya. hehee… Saya coba media lain dulu deh. Makasih ya Mas usulnya 🙂

  1. Yaaaaaan…
    selamat yaaaaah 🙂

    Emang kita gak boleh cepet nyerah yaaaah…
    daku pun entah sudah berapa puluh kali kalah kontes dan dapet penolakan sana sinih…tapi kalo udah selesai sedihnya…harus cepetan bangkit lagi yaaaah 🙂

    Mudah2an semangat terus yah 🙂

    • Makasiiiih Bibi…
      Iya, Alhamdulillah selama ini sih paling lama lemesnya abis kalah dan ditolah semingguan gitu deh. Ada yang cuma beberapa jam kemudian bangkit lagi. Hihihi…
      Moga ketularan Bibi deh sering menang kontes, sampai ke Korea pulak 😀

Leave a comment