”Gawat!”
Aku melirik jam di tangan, sudah lewat tiga menit! Kupercepat lariku, walaupun tahu bahwa itu hanyalah usaha sia-sia. Aku sudah telat!
”Tidak apa-apa,” kataku menenangkan hati.
Aku mulai memasuki ruangan dan mengetuk pintu. Seketika semua mata di dalam ruangan ini melihat ke arahku.
Aku melempar senyum ke sekeliling ruangan, mataku kemudian terpaku pada satu sosok di tengah ruangan yang memandangku dengan tatap penuh kelegaan, menghindarkan diri menatap satu sosok lain yang berada tepat di sampingnya. Aku tersenyum dan mengangguk ke arahnya, melemparkan permohonan maaf lewat tatapan mataku. Ingatanku melayang ke beberapa hari silam.
“Kamu harus datang Alina. Aku tak bisa menikah jika kamu tidak datang.” Aku tertawa mendengar kata-katanya.
“Menikah itu syaratnya ada mempelai pria dan wanita, saksi dan wali juga mahar. Kalau aku yang nggak datang, pernikahan kamu sah-sah saja kok.”
“Pokoknya kamu harus datang!” Tegasnya lagi seraya menutup perbincangan kami lewat telepon. Aku menyerah, memutuskan menuruti keinginannya. Memesan tiket menuju Banjarmasin, pesawatku akan tiba 2 jam sebelum akad nikahnya. Tapi siapa sangka, pesawatku delay dan membuat aku harus menunggu lebih lama di Bandara Sepinggan. Dan di sinilah aku berada sekarang.
“Baik, acara sudah bisa kita mulai kan?” Seorang pria berpeci putih yang duduk di depan meja kecil di tengah ruangan bertanya. Semuanya mengangguk. Pria itu membaca istighfar, dua kalimat syahadat dan kemudian menarik nafas pelan kemudian mengatakan inti dari acara ini.
“Ananda Wildan Prasetya bin Abrar Prasetya. Aku nikahkan engkau..”
Aku mengepalkan tanganku sejenak saat nama itu disebutkan, tak mengerti dengan apa yang kurasakan. Kenapa perasaan itu menyusup begitu cepat dalam hatiku sekarang? Perasaan yang kunamai sebagai penyesalan. Ingatanku melayang ke sebuah peristiwa dua tahun silam.
“Menikahlah denganku Alina,” pria itu berkata dengan nada serius.
“Maaf Wil, aku tak bisa.”
“Kenapa?” pertanyaan yang tak bisa aku jawab saat itu. Aku tak ingin menyakitinya kalau harus mengatakan aku tak punya perasaan lebih padanya.
Waktu kemudian membawa semuanya berlari, kini Wil menjadi suami sahabatku sendiri. Lalu kenapa aku menyesal? Padahal sebelumnya aku begitu yakin aku tak menginginkannya.
tulisan yanti makin bagus yaa 🙂
Aiiih… makasih kaka *tersipu2* hihihi…
setujuu
makin tersipu… :))
oh…jadi Alina nyesel ya mak? he2…begitulah wanita…he…he…ceritanya oke mak…:-)
Iya Mak.. Padahal dia yang dulu nolak. Hihihi..
Makasih ya mak 🙂
Nikahannya nunggu smp alina dtg kah?
sebenarnya ga juga sih mbak. Cuman Alina datangnya telat 3 menit. Tapi si temannya itu emang ngarep banget Alina datang. Tapi kata2 penghulu.. “Acara sudah bisa kita mulai?” kesannya jadi nunggu Alina ya. Seharusnya Acara kita lanjutkan gitu kali ya, krn terpending dengan kedatangan Alina. hihihi
nice…
berharap dapat komentar panjang dari mbak Latree padahal. hehehe…
Bagus ceritanya, penyesalan memang tiada akhir..huhuu..:D
terinspirasi dari cerita nyata mbak. Hehehe.. makasih ya mbak 🙂
aaih, :’)
masih cintakah wildan sm alina?
*belum baca yg 1 sama duany a;d
ga ada 1 sama 2 nya kok. Yang 2 nya ga nyambung. hehehe… jadi mau dibikin panjang sekalian 😀
curhat penulis bukan sih ?? hiihi
iya kayaknya, dan curhat yang nanya juga….kaboooor….:D
ahhhahh aku jadi lebih tertarik bales komenan di atas2ku inih 😀
numpang ketawa ya, maakk.. 😀
anyway, aku harus baca ceritanya 2x baru ngerti isinya, huhuhu.. yang pertama baca lagi ga fokus, kirain ‘aku’ itu si Wildan, hahahh ternyata bukan 😀
Wkwkwk… Emang paling bisa emak2 di atas nebak ya mak 🙂
Thanks masukanny ya mak. PR buat saya nih bikin cerita yg bs di mengerti tnp mengulang baca 🙂
wkwkwkwk…..
Bukan maaaaaak…. xixixixi….
namanya bukan nyesal kali ya kalo datang belakangan hehehhe
nyesalnya karena pernah nolak si Wil mak, dua tahun yang lalu… Hehehe.. thanks ya mak. Berarti PR bagi saya buat bikin cerita lebih jelas 🙂
duuuh..
Thanks ya dah mampir 🙂
errrrr… sama kayak Mak Isti… baca 3 x malahan, baru ngeh -___-” tapi kayaknya abaikan saja… karena ini sudah 11.55 PM..
zzZZZzzzzzZZZZ
*ditendang keluar sama yg punya blog*
Hahahahaha… Gpp kok mak. Thanks berat buat masukannya. Jadi PR buat saya kok bikin cerita yang ga perlu baca ulang buat ngerti. Thanks ya mak… 😀
Kirain di awal cerita si cowok yang minta si aku datang. Ternyata cewek toh… *melototin layar monitor*
Ternyata karena kalimat ini nih:
1. “Kamu harus datang Alina. Aku tak bisa menikah jika kamu tidak datang.”
2. “Ananda Wildan Prasetya bin Abrar Prasetya. Aku nikahkan engkau..”
Jadi, gara-gara 2 kalimat itu, aku nyangkain yang suruh datang si Wildan. Mungkin bisa diselipkan kalimat setelah nomor 1 itu, misalnya “Kamu itu pendamping wanitaku, tahu. Dan kamu harus datang.”
Jadi pembaca tahu, yang minta datang itu wanita juga 🙂
IMHO ya darling, gimanapun aku juga pemula *kecup* *biar fiksinya makin tokcer*
Thanks mbak Mayya buat masukannya. Berarti bgt buat sy.
Iya… Setelah dibaca ulang emang mrmbingungkan. Mungkin kalau sy kasih nama di tokoh yg nelpon Alina jd lbh jelas jg ya mbak 🙂
Thank ya mbak. Jgn ragu buat kasih masukan lg yaaaa… *cipok* 🙂
duh…. ga usah menyesallllll.. masih banyak orang ganteng diluar sana #eh
jadi inget ada sahabat yang begitu 😦
hihihi… iya mbak. Kumbang tak seekor yaaa… 🙂
ini juga kisah teman saya mbak 😦